Dua tahun telah berlalu sejak Bahasa Indonesia resmi diakui sebagai bahasa resmi Konferensi Umum UNESCO pada 20 November 2023. Momen ini menjadi sejarah besar bagi diplomasi bahasa Indonesia, menandai bahwa bahasa nasional kita telah menembus batas domestik dan menempati ruang di forum internasional.
Namun, apakah pengakuan tersebut sudah berdampak nyata bagi dunia pendidikan? Apa saja pencapaian dan tantangan dalam dua tahun terakhir? Artikel ini mencoba meninjau kembali makna pengakuan tersebut, sekaligus mengajak lembaga pendidikan untuk mengambil peran yang lebih strategis di tahun-tahun mendatang.
Kilasan Sejarah: Dari Sumpah Pemuda ke Sidang UNESCO
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang muncul dari dominasi kolonial, melainkan hasil dari kesepakatan kolektif sebagai alat pemersatu bangsa sejak Sumpah Pemuda 1928. Di Sidang Umum UNESCO ke-42 di Paris, pengakuan terhadap Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi forum menjadi simbol dari kekuatan budaya, jumlah penutur yang besar, dan pengaruh regional Indonesia di Asia Tenggara.
Delegasi Indonesia saat itu terdiri dari Dubes Mohamad Oemar, Kepala Badan Bahasa Dr. E. Aminudin Aziz, serta pakar bahasa seperti Prof. Iwa Lukmana dan Ismunandar, yang menyampaikan argumentasi kuat bahwa Bahasa Indonesia layak menjadi bahasa pengantar dalam dialog multilateral.
Infografik: Bahasa Indonesia di UNESCO

Dampak untuk Dunia Pendidikan: Apa yang Sudah Berjalan?
1. Peningkatan Program BIPA
Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) mengalami peningkatan signifikan sejak 2023. Banyak universitas di Asia dan Eropa membuka kelas Bahasa Indonesia, dan beberapa kementerian luar negeri bahkan menempatkan pengajar bahasa ke negara sahabat.
“Minat terhadap Bahasa Indonesia meningkat, dan itu harus kita imbangi dengan kualitas pengajaran yang unggul.”
— Dr. Aminudin Aziz, 2024
2. Semangat Nasionalisme Bahasa di Sekolah
Banyak sekolah dan kampus memanfaatkan momen ini untuk menggelar:
- Pekan Bahasa Indonesia Internasional
- Lomba pidato dan esai tentang Bahasa Indonesia di forum global
- Seminar kebahasaan yang mengaitkan lokalitas dan diplomasi
Meski demikian, dampak langsung terhadap kurikulum nasional dan penguatan literasi bahasa di sekolah masih belum merata.
Evaluasi: Tantangan yang Masih Dihadapi
1. Minimnya Inovasi dalam Pengajaran Bahasa
Masih banyak lembaga pendidikan yang mengajarkan Bahasa Indonesia secara konservatif, terpaku pada teori, dan minim kontekstualisasi global. Padahal, dengan status barunya, bahasa ini harus diajarkan dengan perspektif internasional dan aplikatif.
2. Kurangnya Konten Digital dan Akademik dalam Bahasa Indonesia
Buku ajar, jurnal ilmiah, dan media digital berbahasa Indonesia masih kalah jumlah dan kualitas dibandingkan konten asing. Tantangan ke depan adalah:
- Meningkatkan jumlah publikasi ilmiah berbahasa Indonesia
- Mendorong media pendidikan berbasis digital yang menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar
Arah Strategis Dunia Pendidikan ke Depan
1. Mendorong Internasionalisasi Bahasa melalui Pendidikan
- Menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam program pertukaran pelajar dan konferensi ilmiah
- Memfasilitasi guru dan dosen untuk mengikuti pelatihan BIPA dan diplomasi bahasa
2. Memperkuat Literasi Bahasa dan Budaya Lokal
- Mengintegrasikan materi tentang diplomasi bahasa dan budaya dalam pelajaran bahasa Indonesia
- Mendorong siswa untuk membuat karya sastra, artikel ilmiah, dan konten digital yang mengangkat keunggulan Bahasa Indonesia
3. Kolaborasi Institusi Pendidikan dan Pemerintah
- Menjalin kemitraan dengan Badan Bahasa, Kemendikbudristek, dan lembaga luar negeri untuk mengembangkan program globalisasi Bahasa Indonesia secara sistematis
Kutipan Inspiratif
“Bahasa Indonesia sudah diakui dunia. Kini tugas kita adalah membuktikan bahwa bahasa ini hidup, tumbuh, dan berperan dalam membangun peradaban.”
— Prof. Iwa Lukmana
Kesimpulan: Momentum Ini Belum Berakhir
Pengakuan UNESCO terhadap Bahasa Indonesia pada 2023 bukanlah momen sesaat. Dua tahun berselang, dunia pendidikan masih punya tanggung jawab besar untuk menjadikannya lebih dari sekadar simbol: sebagai alat diplomasi, jembatan budaya, dan sarana kemajuan bangsa.
Lembaga pendidikan tidak boleh hanya menjadi penonton. Mereka harus menjadi motor perubahan. Jika bahasa adalah cermin peradaban, maka pendidikanlah yang memoles cermin itu agar tak sekadar memantulkan, tapi juga memancarkan jati diri bangsa ke dunia.
Referensi
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (kemdikbud.go.id)
- UNESCO Archives: General Conference Session 42 (2023)
- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
- CNN Indonesia, Kompas, The Jakarta Post (2023–2025)


Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.