Di tengah penantian panjang umat Islam untuk sebuah kepastian, hari ini sebuah babak baru dalam sejarah peradaban Islam resmi dimulai. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara resmi meluncurkan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) di Convention Hall Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta hari ini, 25 Juni 2025.
Peluncuran ini bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah deklarasi untuk mengakhiri polemik perbedaan hari besar keagamaan yang telah berlangsung selama berabad-abad, sebuah “utang peradaban” yang akhirnya terbayar.
Langkah monumental ini merupakan puncak dari perjuangan intelektual dan organisasional Muhammadiyah yang konsisten, mengubah wacana penyatuan kalender menjadi sebuah aksi nyata yang siap diadopsi oleh dunia.
Akar Masalah: Dilema Antara Rukyat dan Hisab
Untuk memahami betapa pentingnya peluncuran KHGT, kita perlu menilik akar masalah yang membelah umat: metode penentuan awal bulan Hijriyah. Secara tradisional, umat Islam menggunakan metode rukyatul hilal, yaitu pengamatan langsung terhadap bulan sabit baru sesaat setelah matahari terbenam. Jika hilal terlihat, bulan baru dimulai.
Namun, metode rukyat memiliki kelemahan inheren: ia bersifat lokal. Karena bentuk bumi yang bulat, kenampakan hilal berbeda-beda di setiap wilayah. Konsep ini dikenal sebagai matla’ lokal, di mana setiap negara berhak atas hasil rukyatnya sendiri. Inilah penyebab utama mengapa awal Ramadan dan perayaan Idulfitri sering kali berbeda, bahkan di negara bertetangga sekalipun.
Sebagai respons terhadap tantangan ini dan seiring kemajuan ilmu pengetahuan, muncullah metode hisab, yaitu perhitungan astronomis yang akurat untuk memprediksi posisi bulan. Metode ini menawarkan kepastian, objektivitas, dan kemampuan prediksi jangka panjang, sejalan dengan semangat Islam sebagai agama kemajuan (din al-hadharah).
Fondasi Intelektual KHGT: Kriteria Wujudul Hilal Muhammadiyah
Muhammadiyah telah lama menjadi garda terdepan dalam penggunaan hisab dengan kriteria yang dikenal sebagai Wujudul Hilal. Inilah fondasi intelektual di balik Kalender Hijriyah Global Tunggal. Kriteria Wujudul Hilal menetapkan awal bulan baru jika tiga syarat astronomis telah terpenuhi pada hari ke-29 saat matahari terbenam:
- Telah terjadi ijtimak (konjungsi atau fase bulan baru).
- Ijtimak tersebut terjadi sebelum matahari terbenam.
- Pada saat matahari terbenam, piringan atas bulan berada di atas ufuk.
Poin kuncinya adalah: Wujudul Hilal tidak mensyaratkan hilal harus dapat terlihat dengan mata. Selama secara matematis bulan sudah di atas cakrawala, syarat telah terpenuhi. Prinsip ini menghilangkan unsur subjektivitas dan kendala cuaca pada rukyat, serta bersifat universal karena tidak terikat pada kondisi geografis lokal.
Gagasan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) adalah elevasi dari prinsip Wujudul Hilal ke skala planet. Dengan slogan “Satu Hari, Satu Tanggal untuk Seluruh Dunia”, KHGT memperlakukan bumi sebagai satu kesatuan matla’. Jika kriteria awal bulan baru terpenuhi di satu bagian bumi, maka tanggal baru tersebut berlaku untuk seluruh dunia mengikuti Garis Batas Tanggal Internasional.
Manfaatnya sangat fundamental:
- Menyatukan Ibadah: Umat Islam di seluruh dunia akan berpuasa dan berhari raya pada hari yang sama.
- Kepastian Administratif: Memudahkan perencanaan sipil, pendidikan, dan bisnis di negara-negara Muslim.
- Simbol Persatuan Umat (Ukhuwah Islamiyah): Menjadi lambang konkret persatuan global.
Dalam peluncuran bersejarah ini, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan bahwa kalender ini adalah persembahan bagi dunia. “KHGT ini bukan milik Muhammadiyah, tetapi milik umat Islam. Kalau perlu, lupakan nama Muhammadiyah. Yang penting kita bersatu untuk satu hari dan satu tanggal yang sama di seluruh dunia Islam.”
Meskipun KHGT telah resmi diluncurkan dengan dukungan dari berbagai pihak internasional, termasuk perwakilan OKI dan Diyanet Turki, jalan menuju adopsi universal masih panjang. Tantangan utamanya bersifat politis dan teologis:
- Otoritas Nasional: Banyak negara merasa penentuan hari besar adalah bagian dari kedaulatan dan otoritas keagamaan mereka.
- Pandangan Fikih: Masih kuatnya pemahaman yang berpegang pada interpretasi literal hadis tentang kewajiban melihat hilal secara fisik.
- Kriteria Hisab Lain: Adanya kriteria hisab lain seperti Imkanur Rukyat (kemungkinan terlihatnya hilal) yang masih diadopsi banyak negara.
Meski demikian, peluncuran KHGT oleh Muhammadiyah pada 25 Juni 2025 adalah sebuah langkah maju yang tak bisa diabaikan. Dengan menyediakan produk jadi yang saintifik dan aplikatif, Muhammadiyah telah mengubah debat menjadi solusi. Kini, bola berada di tangan komunitas Muslim global untuk menyambut era baru persatuan kalender ini. Ini adalah warisan berharga dari Indonesia untuk peradaban dunia