A. Karim Zen lahir di Desa Paciran Lamongan pada hari Senin tanggal 20 Februari 1928. Ia dibesarkan dalm sebuah kelaurga yang agamis bermadzhab Syafi’i. Ayahnya bernama KH. Zen Syarif, seorang petani yang memiliki ghirah besar terhadap agama. Sehingga ia dipercaya dipercaya oleh masyarakat Paciran pada waktu itu untuk memangku mushollah Baitu al Rohman sebagai wadah atau sara belajar membaca Al Qur’an. Ibunya bernama Zainab, ia seorang guru ngaji (membaca Al Qur’an) di mushollah yang sama. Situasi masyarakat Paciran pada waktu itu didomninasi oleh budaya-budaya Jawa dan feodalisme penjajahan Belanda.[i]A. Karim Zen dengan pasangan Hj. Munifah binti KH. Ridwan Syarqawi dikaruniai empat anak, dua laki-laki dan dua perempuan, yaitu : 1. Hariyati , 2. Ahmad Nur Fuad, 3. Rifqi Rosyidi, dan 4. Djauharotul Maknunah. Keluarga ini menjalani kehidupan sehari-hari dengan sederhana sekali.
1. PERJALANAN PENDIDIKAN
Karim Zen mulai kecil dididik oleh kedua orang tuanya belajar membaca Al Qur’an umur enam tahun. Ia belajar di Madrasah Arab Paciran yang diasuh oleh Atqon. Gurunya adalah ustadz Abdul MUthallib dari Sekaran Lamongan. Ustadz Ridwan dari Kranji Paciran. Setelah itu melanjutkan pendidikannya di Pondok Kranji yang diasuh oleh Kyai sepuh K. Musthofa dan putra-putranya; K. Abd. Karim Musthofa, K. Adlan, K. Abd al Rohman Musthofa. Setelah tiga tahun di pondok Kranji kemudian melanjutkan di pondok Tunggul yang diasuh oleh K. Amin Musthofa. Pendidikan di Pondok Tunggul berbeda dengan pendidikan ang dikelola di pondok Kranji. Titik perbedaan, di Pondok Kranji penekanan pelajaran terhadap kitab-kitab tradisional bermadzhab Syafi’ie. Sedang di Pondok Tunggul penekanannya pada kitab mu’tabarah seperti kitab muslim. Pada masa kecilnya A. Karim Zen dikenal anak yang cerdas, tekun dan raji sehingga sekitar umur 20 tahun sudah hafal sepertiga Al Qur’an. Setelah belajar di Pondok Tunggul, A. Karim Zen kembali ke Paciran dan mengajar sebentar di Madrasah Islam yang diasuh oleh salah satu sesepuh Paciran, yakni KH. Ridwan Syarqawi. Tidak lama, tahun 1945 ia meneruskan pendidikannya ke Pondok Tebuireng Jombang yang diasuh KH. Hasyim Asy’ari untuk memperdalam ilmu agama. Kemudia tahun 1946 pindak ke pondok Darul Ulum Jombang yang diasuh oleh K. Ramli selama 1 tahun. Di pondok tersebut ia membantu mengajar ilmu alat seperti: Nahwu dan Sorof. Tahun 1947 ia pindah ke Pondok Krapyak Yogyakarta yang diasuh oleh K. Ali Ma’sum dan K. Abd Al Qadir selama 4 tahun. Setelah lama A. Karim Zen mengembara untuk memperdalam ilmu agama, kemudia pulang ke Paciran dan menyempurnakan hafalan Al Qur’an di pondok Tahfidh al Qur’an Sidayu, Gresik yang diasuh oleh K. Daud Munawir selama 3 bulan. Setelah dari Pondok tahfidh kemudian ia pulang ke Paciran dan mengabdi di masyarakat.
2. PENGABDIAN DALAM MASYARAKAT
Setelah mengembara mencari Agama kemudia A. Karim Zen yang terkenal dengan panggilan Yai Dul Karim ini ikut mengajar di lembaga yang didirikan oleh Kyai Ridwan. Di samping itu, ia ikut berda’wah di Paciran yang pada waktu itu dirasa banyak yang menyimpang dari ajaran Islam, seperti upacara sedekah laut, sindenan, meminta pada tempat-tempat yang dianggap keramat dan sebagainya. Selain itu, A. Karim bersama Kyai Ridwan dan dibantu oleh masyarakat yang lain terus menerus dan mengembangkan sekolah-sekolah agama dan membentuk kelompok pengajian setiap selesai subuh dengan tujuan demi menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Pada tahun 1946, Abdul Karim Zen bersama Kyai Ridwan Syarqawi (mertuanya) mendirikan sebuah madrasah Islam yang diberi nama Madrasah Islam Paciran yang akhirnya nama itu diubah menjadi Pondok Modern Muhammadiyah pada tahun 1983. Pada awal berdirinya pondok tersebut, Kyai Ridwan Syarqawi sebagai pengasuh dan K.A. Karim Zem sebagai wakilnya. Setelah KH. Ridwan Syarqawi wafat, K. A. Karim Zen ditunjuk untuk menggantikannya sebagai pengasuh Pondok Modern Muhammadiyah Paciran hingga Tahun 2011.
Di samping sebagai pengasuh Pondok Modern, ia juga merupakan salah satu tokoh masyarakat dan tokoh agama Islam yang mempunyai charisma dan pengaruh yang cukup besar di masyarakat Paciran. Dalam kehidupan sehari-hari, di samping mengajar tafsir, akhlaq, ilmu arud dan nahwu, ia juga memberikan ceramah di masjid-masjid dan kelompok pengajian jumat dan senin malam dengan materi Fiqih, tafsir, hadits dan aqidah.[ii] A. Karim Zen adalah ulama yang paling vokal dalam menyampaikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan al-Hadits yang shahih, sampai dia mendapat julukan ulama Wahabi.[iii]
Karya-karyanya yang dikenal oleh kalangan santri Pondok Modern Muhammadiyah [paciran dan masyarakat Paciran adalah: Nahwu dan ‘arud, akan tetapi buku tersebut belum dicetak di percetakan. (al faqir)
______________________
[i] A. Karim Zen, Catatan Biografi, hal 1-2 dan wawancara, 5 Mei 2003 di Paciran
[ii] A. Karim Zen, Wawancara, 5 Mei 2003 di Paciran
[iii] KH. Salamun Ibrahim sesepuh Paciran, Wawancara, 10 Mei 2003 di Paciran.