Paciran Untold Story : M. Ridlwan Syarqawi, Pelopor Pendidikan Berkemajuan dari Paciran

Oleh: M. Rifqi Rosyidi.

Ridlwan Syarqawi bisa dibilang sebagai peletak dasar pendidikan berkemajuan di kawasan Paciran. Tahun 1947 mendirikan madrasah islamiyah Paciran dengan tujuan utama meluruskan praktek keagamaan dan keyakinan warga yang banyak bercampur dengan praktik kesyirikan karena praktik-praktik yang bernuansa sinkritis tersebut sudah dinggap sebagai bagian dari tradisi dan budaya lokal.

Sebagai pembelajar yang berwawasan luas dengan landasan ilmu agama yang kuat, yi Wan sebagaimana yang dikisahkan oleh pak K.H.A. Karim Zen, juga yang pertama menyampaikan khutbah jumat menggunakan bahasa lokal (jawa, Indonesia) yang juga mendapat tantangan dan respon konfrontatif dari para kyai-kyai tradisionalis yang selama ini menjadikan khutbah jumat lebih terkesan sebagai rutinitas tanpa memahami substansinya sebagai pencerah keberagamaan, karena selama itu khutbah jumat hanya disampaikan dengan membacakan kitab berbahasa arab yang sudah sangat lusuh dan dipastikan para jamaah tidak mengambil manfaat sama sekali dari khutbah tersebut karena tidak paham, dan bisa jadi khatib yang bertugas juga tidak memahami apa yang dibaca.

Gerakan yang tidak kalah ekstrim yang dilakukan oleh yi Wan pada waktu itu adalah kesetaraan gender dengan memperjuangkan hak wanita untuk memiliki akses belajar ilmu agama dan pengetahuan umum melalui pembelajaran baca tulis yang pada waktu dianggap sangat tabu bagi perempuan. Kisah memperjuangkan kesetaraan wanita dalam berilmu dan berwawasan ini dikisahkan oleh bu niswah [ibunda dari ustaz A. munir dan Ustaz Nur Hadi] ketika harus keluar dari kekangan orang tua dengan sembunyi dan diam-diam mencuri kesempatan belajar baca tulis dari yi Wan yang tidak lain adalah kakak kandungnya sendiri.

Penyadaran tentang pentingnya ilmu secara massive dilakukan oleh yi Wan dan akhirnya wawasan warga Paciran pun terbuka dan Madrasah Islamiyah Paciran yang digagas oleh yi Wan pun menerima peserta didik dari kalangan wanita untuk memberi kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam menuntut ilmu.

Madrasah Islamiyah ini semakin eksis karena adanya dukungan tenaga-tenaga muda yang sangat kompeten dengan wawasan keislaman yang berkemajuan, seperti Pak Tibyani Mujahid, A. Karim Zen dan Salamun Ibrahim.

Ketika Muhammadiyah masuk di wilayah Paciran, Madrasah Islamiyah Paciran kemudian diwakafkan 100% ke muhammadiyah dengan pertimbangan kesamaan visi dan misi dalam mencerahkan paham keberagamaan umat Islam dan pengelolaan pendidikan yang berkemajuan.

Leave a Reply